Chapter 3
The Night in The Forest
Kami duduk di kursi yang mengelilingi sebuah perapian. Tenda milik Lycan ini sangat besar dan mewah. Kami masing-masing membawa tenda, tapi karena tenda Lycan ini cukup untuk semua jadi kami memutuskan menggunakan tenda Lycan saja.
“Dingin sekali di sini…” gerutu Helma sambil menggigil.
“Akan kubuatkan minuman coklat panas,” kata Lycan sambil bangkit berdiri dan kemudian pergi ke bagian belakang tenda.
Aku yang meringkuk dengan syal tebal melingkari leher serta selimut membalut tubuh, diam sambil memperhatikan nyala api di perapian. Tubuhku rasanya ngilu setelah seharian berjalan, ditambah suhu dingin ini. “Dasar Lycan, kenapa dia tidak bilang kalau tenda ini tidak memakai mantera pengatur suhu,” gerutuku.
Lycan yang kembali dari dapur dengan empat gelas minuman coklat panas yang melayang-layang didepannya hanya nyengir. “Kau tahu kan Alf, aku suka yang alami. Lagipula, dingin segini sih bukan apa-apa…” sahutnya.
Helma juga menggerutu pelan. Lalu dia menerima coklat panas dari Lycan, “thanks,” bisiknya sambil gemetar kedinginan.
“Zong,” kata Lycan yang sudah duduk lagi bersama kami berempat. “Ceritakanlah mengenai tempat ini. Aku sudah mendengarnya, tapi kurang lengkap.”
“Ah,” sahut Zong enggan. “Hanya kisah lama yang tak menarik, terlalu banyak legenda mengenainya.”
“Tak apa Zong… ayolah…” seruku yang juga ingin mendengar ceritanya. Aku sudah baca buku tentang hutan ini, tapi Zong pasti tahu lebih banyak daripada buku-buku itu.
“Well, baiklah kalau kalian memaksa,” katanya menyerah. “Sebelumnya, tentu kaliah tahu tentang Delapan Penyihir Sakti?” tanyanya.
Aku mengangguk. “Ya, aku pernah baca tentang mereka,” sahutku.
“Mereka dikenal juga dengan sebutan Ba Xian. Mereka ialah Zhang Guo-lao, Lu Dong-bin, Cao Guo-jiu, Zhong Li-quan, Li Tie-guai, Han Xian-zi, He Xian-gu, dan Lan Cai-he,” lanjutnya. “Merekalah yang membangun Hutan Rahasia ini. Kemudian dilanjutkan oleh para Kaisar Sihir hingga pada abad ke-18 M bentuknya sudah seperti sekarang.”
“Lalu apakah mereka benar-benar sudah meninggal? Maksudku mengingat julukan mereka, Ba Xian—Delapan yang Abadi, aku pikir mungkin mereka tidak benar-benar mati.”
“Hmm… Sebenarnya tidak jelas apakah mereka sudah meninggal atau belum, tak ada keterangan yang dapat digunakan sebagai pegangan tentang itu,” jawab Zong. “Setahuku, menurut desas-desus di kalangan penyihir Cina waktu itu, mereka semua hilang begitu saja. Ada juga keterangan bahwa mereka pergi ke Hutan Rahasia ini lalu menghilang dan tak pernah kembali. Syair-syair dan puisi tentang mereka selalu menyebut bahwa mereka menghilang di hutan ini. Kalangan muggle Cina bahkan menganggap mereka pergi ke langit dan suatu saat akan kembali. Well, seperti yang kukatakan, semua itu hanya legenda.”
“Menarik menurutku,” Helma yang tampaknya sudah agak terbiasa dengan dingin berkata, “bagaimana kalau mereka pergi ke hutan ini dan ternyata masih hidup? Kita bisa bertanya tentang ramuan abadi mereka.”
“Aku ragu,” kataku. “Setidaknya sudah lima abad lebih mereka menghilang. Tak mungkin Kaisar-Kaisar Sihir Cina dan orang-orang yang datang ke tempat ini tak pernah menemukan jejak mereka kalau mereka memang ke sini dan masih hidup.”
“Tapi Alf, dengar, mereka kan penyihir-penyihir hebat,” bantahnya. “Tak semudah itu menemukan mereka. Kalau mereka ingin bersembunyi, mungkin mustahil bagi penyihir lain untuk menemukan mereka kecuali jika mereka ingin memperlihatkan diri.”
Aku mengangkat bahu. “Yah, mungkin saja,” kataku. “Tapi kalau penyihir lain tak bisa menemukan mereka, aku ragu kita bisa menemukan mereka, kalau mereka benar-benar ada di sini.”
“Aku heran, kenapa tak ada orang yang mencari mereka. Kau tahu, pengetahuan tentang ramuan yang dapat membuatmu hidup abadi sangat diinginkan banyak orang,” Lycan tiba-tiba berkata.
Zong tersenyum. “Mungkin kau belum tahu, dulu ratusan penyihir datang ke tempat ini, tapi mereka yang tak mengetahui cara membuka patkwa tidak pernah sampai ke tempat ini. Dan mereka yang mengetahui cara membuka patkwa itu, tidak menemukan apapun bahkan mereka semua mati di sini,” jelasnya. “Sayang sekali, mereka yang mati di sini, padahal banyak diantara mereka penyihir-penyihir hebat,” lanjutnya dengan nada sedih.
Helma tampaknya agak terkejut mendengar penuturan Zong. “What? Mati? Bagaimana mereka bisa mati?” tanyanya. Walaupun tampak terkejut, tak terlihat rasa takut sedikitpun di kedua matanya. Dia memang wanita pemberani.
“Tidak,” jawab Zong. “Mereka mati karena mereka tak dapat keluar dari sini. Masih ingat sajak dibawah patung itu?” tanyanya.
Kami semua mengangguk. Aku teringat akan sajak itu, aku bertanya-tanya apakah sajak itu bukan hanya sekedar sajak seperti yang Lycan katakan…
“Itulah, bagi mereka yang jiwanya diisi keserakahan, mereka tak akan bisa keluar dari hutan ini. Mereka akan tinggal di sini, karena penyihir serakah bahkan lebih buruk dari binatang, dan tempat binatang adalah di sini,” katanya dengan sedikit geram.
“Lalu apakah kita akan bisa keluar dari sini Zong?” tanyaku agak cemas.
Zong diam untuk beberapa saat. Hanya terdengar derak kayu di perapian dan desahan nafas kami yang kedinginan.
“Aku tidak tahu,” jawabnya. “Ketika kita masuk ke hutan ini, kitalah yang memilih untuk memasukinya. Tapi ketika kita akan keluar dari hutan ini, hutan inilah yang memilih siapa yang berhak keluar dan siapa yang tetap tinggal.”
“Jangan bercanda Zong!” gerutu Helma. “Tak mungkin hutan ini yang memutuskan apa kita akan jadi santapan naga atau tidak.”
“Ha ha… sudahlah, tak perlu dipikirkan. Lagipula kita datang kesini tanpa niat buruk. Kita ke sini untuk penelitian, dan kurasa para Ba Xian tidak akan keberatan dengan itu,” kata Lycan sambil tertawa.
Zong diam saja, dan seperti biasa hanya tersenyum.
Aku tak menyukai senyumnya. Aku mulai berpikir kalau Zong tersenyum, tandanya anggapan kami akan sesuatu salah. Tapi kuharap tidak demikian kali ini…
***